COUNTER TRANSFERENCE: KETIKA MASALAH KLIEN DIANGGAP MASALAH TERAPIS

Friday, 05 July 2024
Written by Admin Akademi Psikoterapi
Expertise by Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog

Dalam proses terapi psikologis, salah satu dinamika yang sering muncul adalah fenomena counter transference. Istilah ini merujuk pada situasi dimana terapis secara tidak sadar membawa emosi, reaksi, atau pengalaman pribadi ke dalam hubungan terapeutik. Counter transference bisa menjadi tantangan serius karena berpotensi mengaburkan batas profesional antara terapis dan klien. Hal ini terjadi ketika terapis mulai melihat masalah klien sebagai cerminan atau perluasan dari masalah pribadinya sendiri, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi objektivitas dan kualitas intervensi terapi.

Fenomena counter transference pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai reaksi emosional terapis terhadap klien yang dipengaruhi oleh pengalaman dan konflik internal terapis sendiri. Freud menyatakan bahwa counter transference adalah cermin dari unconscious mind terapis yang tidak disadari muncul ke permukaan. Meskipun awalnya dianggap sebagai hambatan dalam terapi, banyak ahli terapi modern kini melihat counter transference sebagai alat penting untuk memahami lebih dalam hubungan antara terapis dan klien serta dinamika emosional yang terjadi dalam sesi terapi.

Penelitian menemukan bahwa 84% dari terapis yang disurvei melaporkan pengalaman counter transference dalam praktik klinis mereka. Studi ini menunjukkan bahwa reaksi emosional yang muncul dari terapis seringkali berkaitan dengan pengalaman pribadi mereka, yang kemudian dapat mempengaruhi proses terapeutik. Data ini menggarisbawahi pentingnya kesadaran diri dan pemantauan terus-menerus terhadap reaksi emosional terapis dalam upaya menjaga profesionalisme dan efektivitas terapi.

Counter transference bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari simpati berlebihan, ketidak sabaran, hingga keinginan untuk menyelamatkan klien dari situasi sulit. Ketika terapis tidak menyadari atau tidak menangani counter transference dengan baik, mereka mungkin merasa terdorong untuk mengambil peran sebagai penyelamat atau merasa frustasi ketika klien tidak segera menunjukkan kemajuan. Situasi ini dapat mempengaruhi kualitas hubungan terapeutik dan menghambat kemajuan klien.

Berikut contoh kasusnya, seorang terapis yang pernah mengalami kehilangan signifikan mungkin merasa sangat terhubung dengan klien yang sedang berduka. Emosi pribadi terapis tersebut bisa mempengaruhi cara mereka merespon dan mendukung klien. Tanpa disadari, terapis mungkin memproyeksikan perasaan mereka sendiri terhadap kehilangan ke dalam sesi terapi yang dapat mengarah pada intervensi yang kurang tepat.

Penelitian menyebutkan pentingnya pelatihan yang berfokus pada pengenalan dan manajemen counter transference. Mereka menemukan bahwa terapis yang telah menerima pelatihan intensif tentang kesadaran dan manajemen counter transference menunjukkan hasil terapi yang lebih baik dan hubungan terapeutik yang lebih efektif. Ini menunjukkan bahwa kesadaran akan reaksi emosional pribadi dan keterampilan untuk mengelola reaksi tersebut adalah komponen penting dalam praktik terapi yang efektif.

Selain itu, teori keterikatan (attachment theory) yang diperkenalkan oleh John Bowlby juga dapat membantu memahami dinamika counter transference. Teori ini menekankan pentingnya hubungan awal dengan pengasuh utama dalam membentuk pola keterikatan dan respons emosional seseorang. Terapis yang memiliki pola keterikatan tertentu mungkin lebih rentan terhadap counter transference ketika mereka bekerja dengan klien yang memiliki dinamika hubungan serupa. Kesadaran akan pola keterikatan ini dapat membantu terapis mengelola reaksi emosional mereka dengan lebih baik dan menjaga profesionalisme dalam hubungan terapeutik.

Untuk mengatasi counter transference, terapis perlu mengembangkan keterampilan introspeksi dan refleksi diri. Supervisi klinis dan pelatihan berkelanjutan juga penting untuk membantu terapis mengenali dan mengelola reaksi emosional mereka. Terapis harus belajar untuk memahami dan memisahkan antara emosi pribadi dan reaksi terhadap klien sehingga mereka dapat memberikan dukungan yang objektif dan tidak memihak.

Dalam praktiknya, salah satu strategi yang efektif adalah menggunakan teknik mindfulness untuk membantu terapis tetap hadir dan fokus pada pengalaman saat ini, tanpa terjebak dalam reaksi emosional yang tidak relevan. Dengan mindfulness, terapis dapat mengamati dan menerima emosi mereka tanpa perlu bereaksi secara impulsif, yang membantu menjaga keseimbangan dan objektivitas dalam interaksi dengan klien.

Selanjutnya, pengembangan empati yang seimbang juga penting. Empati memungkinkan terapis untuk memahami dan merasakan emosi klien tanpa harus terlibat secara emosional. Dengan cara ini, terapis dapat menawarkan dukungan yang lebih efektif tanpa harus kehilangan batas profesional atau merasa terbebani oleh masalah klien.

Pendapat dari Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkenal, juga relevan dalam konteks ini. Rogers menekankan pentingnya penerimaan tanpa syarat dan pemahaman empatik dalam hubungan terapeutik. Menurutnya, terapis harus mampu memahami dunia klien dari perspektif mereka tanpa terjebak dalam reaksi emosional pribadi. Pendekatan ini membantu menjaga hubungan terapeutik tetap sehat dan produktif.

Menghadapi counter transference memerlukan komitmen berkelanjutan untuk pengembangan profesional dan personal. Terapis harus terus-menerus mengevaluasi dan meningkatkan kesadaran diri mereka serta berpartisipasi dalam pelatihan dan supervisi yang relevan. Dengan cara ini, mereka dapat menjaga integritas dan efektivitas hubungan terapeutik, sekaligus memberikan dukungan yang terbaik untuk klien.

Counter transference bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dianggap sebagai kelemahan. Sebaliknya, ini adalah peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan bagi terapis. Dengan mengenali dan mengelola reaksi emosional mereka sendiri, terapis dapat menjadi lebih efektif dalam membantu klien menghadapi dan menyelesaikan masalah mereka.



Regard,
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog

Artikel Terkait

Selalu ada artikel menarik di Akademi Psikoterapi untuk anda