DEPRESI DIPANDANG DARI SUDUT PANDANG POLYVAGAL THEORY

Monday, 22 July 2024
Written by Admin Akademi Psikoterapi
Expertise by Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog

Polyvagal Theory menawarkan perspektif baru dalam memahami depresi dengan menyoroti peran sistem saraf otonom, khususnya saraf vagus. Teori ini menguraikan bagaimana fungsi saraf vagus mempengaruhi respons emosional dan perilaku kita. Saraf vagus adalah komponen utama dari sistem saraf parasimpatis yang mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk detak jantung, pencernaan, dan respon stres. Dalam konteks depresi, Polyvagal Theory menunjukkan bahwa disregulasi dalam sistem saraf otonom dapat memainkan peran penting dalam perkembangan dan pemeliharaan gejala depresi.

Menurut Polyvagal Theory, saraf vagus memiliki dua cabang utama: cabang dorsal dan cabang ventral. Cabang dorsal berhubungan dengan respons freeze atau shutdown, yang dapat menyebabkan mati rasa emosional dan penarikan diri sosial, yang sering ditemukan pada individu dengan depresi. Sebaliknya, cabang ventral mendukung keterlibatan sosial dan regulasi emosi yang sehat. Dr. Porges berpendapat bahwa keseimbangan antara kedua cabang ini penting untuk kesehatan mental. Disregulasi atau dominasi cabang dorsal dapat mengarahkan seseorang ke kondisi depresi.

Penelitian menunjukkan bahwa fungsi saraf vagus yang rendah, yang ditunjukkan oleh rendahnya variabilitas detak jantung (HRV), berkorelasi dengan peningkatan risiko depresi. Dalam suatu studi, peserta dengan HRV yang lebih rendah menunjukkan gejala depresi yang lebih parah dibandingkan dengan mereka yang memiliki HRV lebih tinggi. HRV adalah indikator penting dari fleksibilitas saraf vagus dan kapasitas seseorang untuk beradaptasi terhadap stres. Data ini mendukung gagasan bahwa disregulasi sistem saraf otonom, khususnya saraf vagus, dapat berkontribusi pada depresi.

Polyvagal Theory juga menekankan pentingnya hubungan sosial dalam regulasi emosi dan pencegahan depresi. Cabang ventral dari saraf vagus mendukung keterlibatan sosial, yang membantu kita merasa aman dan terhubung dengan orang lain. Keterlibatan sosial yang sehat dapat menstabilkan emosi dan mengurangi risiko depresi. Sebaliknya, isolasi sosial dan kurangnya dukungan emosional dapat menyebabkan disregulasi saraf vagus dan meningkatkan kerentanan terhadap depresi.

Saat seseorang menghadapi stres kronis, respon fight or flight dapat menjadi dominan, yang mengarah pada peningkatan aktivitas saraf simpatis dan penurunan aktivitas saraf parasimpatis. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kelelahan, kecemasan, dan depresi. Polyvagal Theory menunjukkan bahwa dengan memodulasi respons saraf vagus, kita dapat mengurangi dampak negatif dari stres dan meningkatkan kesehatan mental. Intervensi seperti biofeedback, yoga, dan meditasi telah terbukti meningkatkan HRV dan mengurangi gejala depresi dengan membantu mengatur sistem saraf otonom.

Pandangan ini juga didukung oleh pendapat ahli seperti Dr. Bessel van der Kolk, yang menekankan pentingnya regulasi saraf vagus dalam penyembuhan trauma dan depresi. Van der Kolk berpendapat bahwa trauma dapat menyebabkan disregulasi saraf vagus, yang mengarah pada gejala-gejala seperti mati rasa emosional dan isolasi sosial. Dalam bukunya, "The Body Keeps the Score," ia menjelaskan bagaimana intervensi yang berfokus pada tubuh, seperti terapi sensorimotor dan yoga, dapat membantu memulihkan regulasi saraf vagus dan mengurangi gejala depresi.

Polyvagal Theory juga menjelaskan tentang bagaimana terapi psikologis dapat membantu dalam pengobatan depresi. Terapi yang menekankan keterlibatan sosial dan regulasi emosi, seperti terapi berbasis mindfulness dapat membantu mengembalikan keseimbangan dalam sistem saraf otonom dan mengurangi gejala depresi. Pendekatan ini bekerja dengan meningkatkan kesadaran diri dan keterampilan koping, yang pada gilirannya dapat meningkatkan regulasi saraf vagus dan mendukung kesehatan mental yang lebih baik.

Pemahaman tentang depresi dari perspektif Polyvagal Theory menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengobatan. Menggabungkan terapi psikologis dengan intervensi berbasis tubuh dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien dengan depresi. Dr. Porges menyarankan bahwa terapi yang mengintegrasikan pendekatan ini dapat membantu mengembalikan regulasi saraf vagus dan meningkatkan kapasitas individu untuk beradaptasi terhadap stres, yang pada akhirnya dapat mengurangi gejala depresi dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Polyvagal Theory memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana disregulasi sistem saraf otonom dapat berkontribusi pada depresi. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan regulasi saraf vagus melalui berbagai intervensi dapat membantu mengurangi gejala depresi dan meningkatkan kesejahteraan emosional. Pendekatan holistik yang menggabungkan terapi psikologis dengan intervensi berbasis tubuh dapat menjadi strategi yang efektif untuk mengatasi depresi dan mencapai keseimbangan tubuh dan pikiran.



Regard,
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog

Artikel Terkait

Selalu ada artikel menarik di Akademi Psikoterapi untuk anda