Thursday, 10 April 2025
Written by Admin Akademi Psikoterapi
Expertise by Dr. Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog
Bagaimana Hipnoterapi Mengubah Otak Penderita Depresi?
Ketika kita duduk diam, melamun, atau mengenang masa lalu, ada bagian otak yang tetap aktif meskipun kita tidak sedang melakukan apa-apa secara fisik. Bagian ini disebut Default Mode Network (DMN). Bagi para ilmuwan, DMN seperti “latar belakang pikiran”—tempat segala pemikiran internal, refleksi diri, bahkan kecemasan dan kekhawatiran muncul dan berputar. Menariknya, pada penderita depresi, jaringan ini cenderung terlalu aktif dan tidak teratur. Dan inilah titik awal dari sebuah pertanyaan besar: bisakah terapi seperti hipnoterapi menenangkan jaringan ini?
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Frontiers in Psychology oleh Haipt dan rekan-rekannya (2024) mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
Mereka tidak hanya ingin tahu apakah hipnoterapi membantu mengurangi gejala depresi—itu sudah sering dibuktikan. Mereka ingin tahu apakah hipnoterapi benar-benar mengubah cara kerja otak, khususnya pada jaringan DMN. Untuk membandingkan, mereka juga menyertakan pendekatan yang sudah sangat populer dan terbukti dalam dunia psikologi: Cognitive Behavioral Therapy (CBT), atau terapi perilaku kognitif.
Apa Itu DMN dan Mengapa Ia Penting?
Bayangkan otak seperti kota yang sibuk. Saat kita fokus pada tugas tertentu—misalnya menyetir atau membaca—bagian-bagian otak yang mendukung perhatian dan fungsi eksekutif menjadi aktif. Tapi saat kita tidak melakukan aktivitas luar, seperti ketika kita melamun, merenung, atau bahkan mengkhawatirkan masa depan, DMN lah yang bekerja. Masalahnya, pada orang dengan depresi, DMN sering menjadi terlalu aktif. Mereka terlalu banyak tenggelam dalam pikiran sendiri, biasanya dengan nada negatif seperti menyalahkan diri sendiri, menyesali masa lalu, atau merasa putus asa tentang masa depan.
Itulah sebabnya, para peneliti mulai bertanya: jika kita bisa menenangkan atau "menyetel ulang" DMN, mungkinkah gejala depresi ikut membaik?
Hipnoterapi vs CBT
Cognitive Behavior Therapy (CBT) mengajarkan pasien untuk mengenali dan mengubah pola pikir negatif mereka. Ini seperti membimbing pikiran agar tidak terjebak dalam jalur-jalur pikiran yang merusak. Sementara itu, hipnoterapi menggunakan teknik masuk ke kondisi trance, yakni kondisi kesadaran yang sangat terfokus dan rileks, untuk membantu pasien mengakses bagian pikiran bawah sadar. Di sinilah terjadi transformasi: sugesti positif ditanamkan, dan tubuh serta pikiran dibawa ke kondisi yang lebih terbuka untuk perubahan.
Tapi apakah itu cukup kuat untuk memengaruhi otak secara langsung?
Studi Ini Mengungkapkan Sesuatu yang Menarik
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haipt dkk (2024)., 75 pasien dengan depresi dibagi ke dalam dua kelompok: satu menjalani hipnoterapi, dan yang lainnya CBT. Sebelum dan sesudah terapi, aktivitas otak mereka diukur menggunakan teknologi fNIRS (functional near-infrared spectroscopy), yaitu alat yang bisa melihat perubahan aliran darah di otak sebagai indikator aktivitas saraf.
Hasilnya? Kedua terapi ini berhasil mengurangi gejala depresi secara klinis. Namun, dari sisi otak, terlihat perubahan pada jaringan DMN—terutama di area prefrontal dan parietal medial, dua bagian penting dalam pemrosesan diri, ingatan, dan perenungan.
Meskipun beberapa temuan statistiknya masih perlu diperkuat oleh penelitian lanjutan, ada indikasi bahwa hipnoterapi mungkin mempengaruhi DMN dengan cara yang berbeda dari CBT. Hipnoterapi tampaknya membantu meredam aktivitas berlebihan dalam DMN, membawa pasien ke kondisi mental yang lebih tenang dan terhubung ke masa kini.
Mengapa Ini Penting?
Bayangkan seseorang dengan depresi berat. Mereka mungkin menjalani hari dengan perasaan tidak berharga, terus-menerus dikejar bayangan kegagalan masa lalu, dan tidak mampu membayangkan masa depan yang lebih baik. Mereka bukan hanya merasa sedih—pikiran mereka terperangkap dalam jaringan DMN yang tidak berhenti "berputar". Dengan hipnoterapi, ada kemungkinan bahwa pola ini bisa dilonggarkan. Saat pikiran masuk ke keadaan trance, otak bisa mendapatkan jeda dari loop internal yang menyiksa tersebut.
Dan ini bukan sekadar perasaan. Teknologi neuroimaging kini bisa melihat bahwa perubahan itu nyata, terlihat, dan bisa diukur.
Perkembangan Hipnoterapi di Masa Depan
Penelitian ini menambah deretan bukti bahwa hipnoterapi bukan hanya "pengobatan alternatif" yang bersifat sugestif, tapi sebuah pendekatan yang dapat mengubah struktur kerja otak. Tentu, penelitian ini masih awal. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab: Apakah efeknya bertahan lama?
Apakah semua orang bisa mendapat manfaat yang sama? Bagaimana pengaruhnya jika digabung dengan terapi lain?
Namun satu hal sudah jelas: terapi yang memadukan kerja pikiran sadar dan bawah sadar, seperti hipnoterapi, sangat layak untuk diperhitungkan dalam penanganan gangguan suasana hati seperti depresi.
Referensi:
Haipt, A., Rosenbaum, D., Fuhr, K., Batra, A., & Ehlis, A.-C. (2024). Differential effects of hypnotherapy and cognitive behavioral therapy on the default mode network of depressed patients. Frontiers in Psychology, 15, 1401946. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2024.1401946
Raichle, M. E. (2015). The brain's default mode network. Annual Review of Neuroscience, 38, 433–447. https://doi.org/10.1146/annurev-neuro-071013-014030
Regard,
Dr. Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog